Keasyikan ngobrol berdua..., yang lainnya kemana ya ?!
Lha? Iya, ya, baru nyadar nih. Mungkin kerna kita berdua sama2 cowok, bro, jadi gak menarik. Coba kalo yg diskusi susi dan susan, mungkin berebut yang mbales.....hahahahahahahahaha
gpp nih nanya-nanya mlulu..., mungkin ada petunjuk atau materi ntuk belajar dan menggunakan Fibonacci, Pivot Point, Murrey Math Line.
Gak apa2, bro. Paling juga saya kirim tagihannya.....wkwkwkwkwkwkwkwkwk
Kalo untuk materi mesti dipastikan dulu, perlu pake gambar gak? Secara kalo cuma tulisan saja kan cepet, tapi kalo minta pake gambar ya saya yang mesti minta waktu buat nyiapkan.
Tapi pada prinsipnya tiga2nya (fibonacci, pivot, dan murrey math) merupakan indikator support-and-resistance. Jadi, garis besar atau kasarnya, level di atas harga sekarang merupakan resistance, sedang dibawahnya merupakan support. Keputusan untuk buka posisi berdasarkan pergerakan harga apakah memantul atau menembus level-level itu.
Kemudian adakah indikator pada metatrader yang menunjukan berapa sih jumlah trader pada saat kita trading.
pernyataan ini menjadi penting ketika saya mengibaratkan pasar forex ada kesamaan dengan pasar sembako walau komoditinya berbeda, relevansinya tentu kita harus cari pasar yang ramai banyak pengunjungnya, sehingga terjadi banyak transaksi disitu, rasa-rasanya maen trading hanya berdua ..., walau realitanya memang berdua dengan komputer. ketika maen game online kan ketahuan berapa member yang online.
Gak ada, bro. Indikator seperti itu cuma ada di tingkat satu dan dua, namanya Depth of Market Level II -- bukan cuma jumlah trader tapi sampai siapa beli atau jual pair apa di level berapa sebanyak apa (gila, kan?). Kalo di tingkat tiga macam kita gini gak bakalan dapet secara lawan tanding kita kan broker kita sendiri. Lha kalo kita tahu data Level II, posisi kita jadi imbang sama brokernya (berarti kemungkinan kita menang lebih tinggi lagi kan?).
Secara umum, setahu saya pair yang paling banyak ditradingkan ya EURUSD, terus kalo gak salah diikuti USDJPY, baru GBPUSD. Tapi maaf, saya lupa sumbernya dari mana. Kalau saya sendiri cuma ngeliat dari pergerakannya saja, kalau cukup cepat ya saya ngikut, kalau sampe berjam-jam gak bergerak banyak ya saya tinggal....hehehehehehehe
Pada metatrader kita hanya di hadapkan pada dua pilihan kalau gak grafik naik ya turun, kecerdasan dan financial kita menjadi percuma manakala kita gak tahu penyebab naik dan turunnya tersebut. Ketika jual beli produk pada umumnya harga akan naik ketika permintaan produk meningkat, dan akan turun ketika permintaan gak ada. logika saya kalau kita jual produk rame-rame harga akan turun, kalau beli produk rame-rame harga akan naik. nah analogi untuk forex bgmana yah.
Forex juga sama persis seperti itu, bro. Gak ada analoginya lagi kerna pengertiannya sudah benar di bagian awal (harga akan naik ketika permintaan produk meningkat, dan akan turun ketika permintaan gak ada). Cuma fokus pada kalimat terakhir (jual/beli produk "rame-rame") yang bikin pengertian yang sudah benar jadi membingungkan.
Fokusnya jangan ke "rame-rame" atau "sepi-sepi" tapi pada "jual dan beli." Seperti motor yang gak keliatan kerja mesinnya, tahunya kita cuma kalau gas ditarik lajunya bakal kenceng, kalau dikendorkan motornya bakal merayap.
Saya ingatkan dulu, kita cuma trading di tingkat tiga yang, secara kasarnya, cuma "menumpang" pada transaksi valas yang sebenarnya. Di sisi lain, kebutuhan akan valas yang pertama-tama adalah untuk transaksi lintas negara (ekspor-impor, wisata, sekolah). Cuma seiring dengan semakin banyaknya yang trading dengan alasan spekulasi, faktor kebutuhan yang menjadi penggerak utama naik-turunnya harga menjadi tidak jelas lagi. Tapi untuk memahami kenapa harga bergerak, kita harus kembali ke kebutuhan utama ini dulu.
Dengan dasar ini (bahwa transaksi terjadi karena kebutuhan dan bukan karena spekulasi), tidak perlu "rame-rame," cukup 1 orang trader saja. 1 orang trader pasang buy order untuk EURUSD sebesar 0.01 lot (misalnya). Tapi tidak ada trader lain yang pasang sell order di level harga trader pertama. Dengan kata lain, ada demand atau permintaan tapi tidak ada penjualan (atau supply). Karena butuh, tidak ada jalan lain bagi trader ini selain menaikkan harga -- katakanlah, kalau tadinya dia mau beli EURUSD di level 1.5000, berhubung tidak ada yang mau sell di level tersebut, dia menaikkan tawarannya menjadi 1.5010. Kalau tetap tidak ada trader lain yang mau sell pada level harga itu, dia terpaksa menaikkan lagi tawarannya. Begitu terus sampai ada trader yang mau merespon buy order-nya (pada level mana harga akan berhenti bergerak).
Dalam skala yang lebih besar, lebih dari satu-dua orang trader, tidak harus trader terkait yang menaikkan harga. Semisal trader pertama tadi berlokasi di Amerika, dan ada trader lain di Australia yang juga membutuhkan Euro. Trader kedua melilhat bahwa tawaran harga trader pertama tidak ada yang merespon. Sementara dia sendiri juga membutuhkan dan merasa kebutuhannya mendesak, dia langsung memasang buy order pada level harga 1.5020, yang secara otomatis akan menaikkan harga. Kenaikan berikutnya bisa disebabkan karena adanya trader ketiga yang merasa lebih membutuhkan, atau bisa juga karena trader pertama yang takut kebutuhannya diserobot trader kedua (sehingga dia menaikkan tawarannya lebih tinggi lagi). Begitu seterusnya sampai ada yang merespon dan lebih lagi (sampai jumlah sell order lebih banyak dari buy order, tidak peduli seberapa besar bedanya).
Ini, ditambah keberadaan spekulan dan spot trader (yang mentransaksikan valas secara fisik seperti di money changer) yang menyebabkan prosesnya jadi begitu cepat dan melimpah sampai tidak kelihatan lagi cara kerjanya. Kita cuma melihat hasil berupa harga yang naik turun dari waktu ke waktu.
Kalau mau diurut sampai yang paling awal sekali, misalnya itu seperti ini:
Trader spekulan di tingkat pertama pasang sell order dalam jumlah yang cukup besar untuk menurunkan harga. Trader lain di tingkat pertama mungkin mendapat pemikiran yang sama sekali pun dengan alasan yang berbeda, menambah jumlah sell order hingga harga semakin turun. Beberapa trader di tingkat dua melihat bahwa kemungkinan harga semakin turun lebih besar daripada sebaliknya dan ikut pasang sell order, yang menyebabkan harga semakin turun -- dan, pada gilirannya, menyebabkan trader di tingkat dua, tiga, dan spot trader mulai terlibat dengan sell order masing-masing. Pada saat kuantitas sell order dianggap sudah mencukupi, para spekulan tadi mem-buy besar-besaran di tingkat kedua dan ketiga, sekaligus memasang buy order dalam jumlah yang cukup besar di tingkat pertama. Dengan begitu harga berhenti turun dan berbalik naik, melewati level harga di mana harga mulai turun.
Akibatnya di pasar, pada tingkat dua, trader yang semula mendapat respon untuk sell ordernya mengalami kerugian, dan berusaha menutupnya dengan memasang buy order yang mendorong harga semakin naik. Trader tingkat dua yang tadinya merespon sell order mungkin juga turut memasang buy order sehingga harga semakin naik. Spot trader, melihat harga bergerak naik, turut terlibat. Begitu terus sampai ke kelas kita. Terus sampai jumlah buy order dianggap sudah memenuhi, maka proses kebalikannya akan dimulai.
Harus diingat, trader di tingkat pertama tidak semua merupakan spekulan, bro. Bank sentral masing-masing negara, dengan beban menjaga kestabilan nilai mata uang masing-masing, termasuk di antaranya.